Senin, 28 Oktober 2013

Menjelaskan datang bulan pada si kecil

Suatu hari tentu pertanyaan itu akan datang, dan ternyata untuk si Agam ia mulai bertanya saat usianya 4,5 tahun.

Awalnya setiap si Ibu membuka laci lemari, ia akan mengintip dan bertanya, "Apa itu, Bu?" seraya menunjuk ke bungkusan pembalut wanita. Jawaban si Ibu biasanya cukup singkat,  "Ini mirip seperti diapers tapi khusus untuk perempuan, Nak." dan ia tidak bertanya lagi. Tapi kali ini ia melanjutkan, "Ih, masa udah besar juga masih pake diapers sih? Memangnya masih mengompol? Memangnya masih bayi?" Di sini si Ibu melihat mungkin memang sudah waktunya ia ingin tau lebih banyak.

Sambil tersenyum dan dengan nada bercanda si Ibu menjelaskan,
"Bukan, Nak itu bukan untuk ngompol. Ibu pakai hanya kalau datang bulan."
"Datang bulan itu apa, Bu?"
"Jadi sebulan sekali, ibu-ibu dan mbak-mbak itu ada yang istilahnya "datang bulan". Setiap bulan badan ibu membuat telur, 1 butir di dalam perut. Kalau telurnya sukses, maka jadi anak. Tuh, si adik adalah contoh telur yang sukses, berkembang terus sampai jadi anak."
"Ooo.." (si Ibu ngga tau juga benar-benar mengerti atau asal jawab saja)
"Nah, kalau telurnya tidak sukses maka akan hancur. Dikeluarkan lewat bawah dalam bentuk darah-darah gitu."
"Iiiihh serem amat, sakit ngga Bu?"
"Ngga sakit, cuma kadang aja nyeri-nyeri ngga jelas. Makanya anak laki harus sayang dan lembut sama anak perempuan karena mereka tidak sekuat Abang."
"Jadi dede itu telur yang sukses ya?"
"Iya, kamu juga lah.."
"Wah hebat ya dede."
"Jadi udah ngerti kan kenapa kalau datang bulan ibu pake itu?"
"Iya buat nampung darahnya, kalo dede buat nampung pipis."

Dan si Agam tidak bertanya lagi karena sudah asyik melihat mainan yang sedang dimainkan adiknya. Sepertinya fokus/rentang perhatian balita memang pendek. Si Ibu tidak yakin juga apakah dia benar-benar mengerti atau cukup puas saja karena sudah mendapat penjelasan. Hehe yang jelas satu tahap lagi tuh dari ribuan penjelasan lain yang akan datang :)

 

Jumat, 10 Mei 2013

Sarapan ringkas

Si abang tidak akan percaya saat ada yang bilang kalau si Ibu tidak bisa memasak. *terima kasih, nak! tapi percayalah, ibu memang amatir sekali soal memasak..

Kelemahan si Ibu memang tidak bisa memasak layaknya ibu rumah tangga karena si nenek juga seorang ibu bekerja yang tidak mengajarkan dan menurunkan ilmu memasak ke si Ibu... Lantas mengapa si abang ngotot kalau ibunya bisa memasak? Karena si Ibu selalu siap dengan menu siap segera, apapun jadi, dan yang penting si abang kenyang sebelum berangkat sekolah!

Beberapa menu sederhana untuk pemula tingkat teri:
- Mie instan rebus/goreng, benar-benar tinggal mengikuti petunjuk di bungkusnya
- Aneka gorengan telur (ceplok, orak-arik, dadar)
- Aneka gorengan daging (chicken nugget, fish nugget, siomay, smoked beef, sosis, fillet ayam)
- Roti prata/canai/maryam
- Aneka pasta instan, yang sudah siap dengan bumbu, sama sepertin mie instan tinggal mengikuti petunjuk di bungkusnya
- Tempe/tahu, bisa digoreng atau dijadikan bahan campuran
- Aneka hidangan roti, sangat mudah pastinya menyajikan roti tawar dengan aneka jenis selai, meises, keju singles, pasta coklat, daging burger, dan lain sebagainya

Untuk menambah gizi si kecil, selalu siapkan daun bayam, sawi, tomat, wortel atau jamur kancing di kulkas.
Bahan-bahan ini sangat mudah diambil sedikit dan dicampurkan dengan apa saja.
Bisa dicampurkan dengan telur dadar, ikut digoreng begitu saja, maupun dicemplungkan dalam mie maupun pasta.

Yang penting si kecil tidak kelaparan dan makananya cukup bervariasi.
Alhamdulillah si abang hampir tidak pernah kesulitan makan maupun GTM (gerakan tutup mulut), semoga saja bila tiba waktunya si adik makan juga demikian :)

Jumat, 12 April 2013

Eksis lagi

Waduh si ibu lagi sibuknya bukan kepalang. Selain mengurus (dan diurus) si ayah dan si abang, sudah ada tambahan anggota baru nih. Si adik yang sekarang usianya menginjak 5 bulan juga seru sekali mengajak main si ibu. Si ibu yang sedang ketitipan amanah kerja kantoran juga sedang sibuk-sibuknya memenuhi permitaan si boss.

Moga-moga si ibu bisa menambah keragaman catatan di blog ini, siapa tau suatu hari si abang dan si adik bisa baca-baca dan mengambil hikmah dari catatan-catatan si ibu.

Selasa, 10 Juli 2012

Motor dan susahnya cari jodoh

Tulisan yang ini merupakan obrolan iseng si ibu dengan si ayah. Jadi ceritanya kami menganalisa kenapa ya perempuan jaman sekarang kok susah sekali mencari pacar, pasangan, dan ujung-ujungnya pendamping hidup?

Analisa si ayah, ini gara-gara DP membeli motor makin murah! Loh?? Iya, soalnya orang-orang jaman sekarang jadi pada naik motor semua kan? Semakin sedikit aja pengguna transportasi umum seperti bus dan angkot. Alhasil kesempatan untuk bertemu jodoh pun semakin kecil. Apa iya ya??

Lebih jauh si ayah bilang, pertama-tama cowok-cowoknya yang pada naik motor. Jadi angkot-angkot isinya lebih banyak cewek-cewek deh. Si cewek jadi tidak bertemu dengan siapapun cowok yang mungkin naik angkot. Sebenarnya situasi ini masih lumayan, karena setidaknya kalau di sekolah atau di kerjaan ada yang ditaksir oleh si cowok, bisa diajak pulang naik motor. Lumayan si cewek dapat tumpangan gratis sementara si cowok bisa melancarkan langkah-langkah PDKT.

Tapi kemudian untuk alasan kepraktisan, gengsi, dan mungkin juga keamanan (karena kok ya belakangan malah santer berita pemerkosaan di angkot? Oh no!!), mulailah cewek-cewek juga mengendarai motor kemana-mana. Implikasinya? Wah si cowok jadi tidak bisa mengajak pulang bareng lagi deh... Lebih parah kasusnya kalau si cowok tidak punya atau bahkan tidak bisa mengendarai motor, tengsin dan gengsi pastinya. Boro-boro meningkatkan frekuensi kemungkinan pertemuan di transportasi publik ya.

Sambil mengiyakan si ayah, suatu hari si ibu benar-benar memperhatikan para penumpang dalam suatu angkot. Wah ternyata statistik ngasal yang dibuat si ayah benar! Angkot yang kapasitasnya sekitar 12 orang, 10 diantaranya adalah wanita. 2 pria ini kemungkinan transportasi pribadinya sedang rusak, tidak punya, atau mungkin punya trauma tersendiri. Pria-pria yang naik angkot itu pun usianya sudah di atas pasaran (emangnya usia pasaran berapa ya?) dan jelas tidak eligible untuk digebet.

Lalu si ibu teringat cerita salah seorang teman kuliah yang sering tidak sengaja ketemu di angkot yang sama dengan teman 1 kampus. Walau beda departemen, lama-lama mereka jadi ngobrol dan walaupun si cowok itu pemalu setengah mati akhirnya mereka benar-benar jadian! Si ibu ingat juga jaman kuliah dulu 1 angkot dengan mahasiswa kampus tetangga yang gaya-gayanya mau mengajak kenalan (tapi dulu si ibu juteknya setengah mati dan paling malas urusan sama orang tidak dikenal jadi sama sekali tidak ditanggapi, hehehheee kasian juga ya).

Trus gimana dong, Yah? Wah gampang, kalo belum punya pacar kemana-mana tidak usah naik motor atau mobil pribadi, kata si ayah. Rela aja naik angkot, kopaja atau busway. Suatu saat kan ada yang kasihan dan ngajak bareng, kalo naksir sudah pasti langsung bisa bareng. Kebayang nggak kalau kemana-mana sudah nyetir Jazz sendiri, mau ngajak bareng, si cowok yang cuma modal P20 atau Vario pastinya tengsin dan mundur teratur dong.

Hehehe jamannya berubah ya... Dulu sih si ibu memang kemana-mana diantar jemput sampai SMA karena memang tidak boleh pacaran atau jalan-jalan dengan teman. Sewaktu kuliah baru merasakan naik angkot, bus, busway, kereta, bemo, dan sebagainya. Dan memang ketemu dengan si ayah baru sewaktu kuliah, pacaran naik motor (ahaaaayyy....).

Senin, 23 April 2012

Keamanan bagi si kecil

Keamanan yang akan si ibu bahas di sini terutama saat si kecil berada di tengah keramaian atau tersasar.

Anak si ibu yang sekarang usianya 3,5 tahun baru lancar bicara sewaktu usianya 18-20 bulan, agak telat sih karena beberapa anak lain sudah mulai dari 11-15 bulan. Sedikit saran untuk ibu-ibu yang menunggu si kecil lancar bicara, selain bersabar tentunya, isilah terus pengetahuannya dengan berbagai kosa kata melalui lagu dan cerita. Saat tiba saatnya si kecil bicara, dengan bahagianya ia akan menggunakan kata-kata yang sudah kita sediakan (sering perdengarkan) untuk mengungkapkan maksud hatinya.

Nah, setelah si kecil lancar bicara, tentunya ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dan diingatnya.

1. Namanya sendiri
Cukup nama panggilannya saja, yang semoga cukup sederhana namun unik sehingga saat ia hilang di keramaian tidak membingungkan untuk dicari.
Contoh : Menyahut saat ditanya, "Namamu siapa?" "Unyil" *tidak perlu sampai Raden Mas Mahendra Putra Gunungan Selaras misalkan*

2. Alamat rumahnya
Tidak perlu terlalu panjang, tapi cukup untuk mengidentifikasi dirinya.
Contoh: Menyahut saat ditanya, "Rumahmu dimana?" "Pondok kacang"

3. Nama kedua orang tuanya
Saat si kecil sudah sekitar 2,5 tahun mungkin sudah lancar mengucapkan nama panjangnya maupun nama kedua orang tuanya. Tapi minimal dari sedini mungkin dikenalkan bahwa ia adalah anak "Pak Raden" atau anak "Bu Bariah"

Petunjuk saat berada di keramaian.

Berikut adalah kata-kata si ibu yang selalu diulang-ulang saat membawa si kecil ke tempat ramai.
Sejak usianya 2 tahun, si ibu selalu bilang bahwa kita akan ke tempat yang ramai (pusat perbelanjaan, PRJ, pameran, dsb) jadi tidak boleh jauh dari orang tua dan kalau sampai hilang jangan lupa 3 hal:

1. Jangan menangis
Karena anak yang menangis tidak akan bisa ditanyai dan malah membingungkan.

2. Cari pak Satpam atau Polisi
Atau minta bantuan orang besar untuk mengantarkan ke satpam.

3. Lapor "Pak, saya hilang. Tolong cari ibu saya Bu Bariah, nama saya si Unyil"
Bagian yang ini redaksinya bisa dibuat sesuai dengan kemampuan si kecil yang pastinya semakin hari semakin pintar.

Cukup sederhana memang, tapi harus terus diulang-ulang dan diucapkan dengan nada yang serius. Jadi si kecil tau pentingnya mengetahui identitas dirinya dan mampu mencari jalan keluar bila dirinya hilang atau tersesat.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran untuk boleh bersikap ramah, namun bukan berarti mau terima barang gratisan dari orang tidak dikenal atau mengikuti orang tidak dikenal.

Selasa, 06 Maret 2012

Di bawah sinar matahari

Catatan kecil si ibu supaya tidak lupa lagi.

Kalau berkegiatan di bawah matahari yang sangat terik tak berhingga jam 10-3 tidak boleh lupa : Jangan gunakan baju garis-garis!

Apalagi garis-garis hitam putih atau warna gelap terang, karena hasilnya kulit pun akan belang :( bentuknya bukan lagi garis "bikini" tapi benar-benar seperti Zebra >_<

Selasa, 21 Februari 2012

Secuil tentang jumlah siswa di sekolah

Luar biasa memang dunia pendidikan di Indonesia tahun 2012 ini (err.. sejak 5 tahun belakangan menurut si ibu). Banyak sekolah didirikan karena sepertinya sekolah jaman sekarang menjadi bisnis yang cukup menguntungkan, selain demand dari pasar tinggi, dan besarnya biaya pendidikan yang rela dikeluarkan orang tua seperti tidak berbatas.

Sekolah negeri juga laju pertambahannya tidak sebanding dengan angkatan sekolah, kalau angkatan kerja sih lumayan bisa jadi wiraswasta jaman sekarang.. Sekelas isi 40 anak juga dirasa tidak manusiawi lagi oleh kelas menengah di kota besar. Sebagai ilustrasi, kapasitas maksimal sekolah negeri di jaman saya, untuk SD maksimum 40 anak, SMP 44 siswa, SMA 48 siswa. Sewaktu SMP dan SMA si ibu bersekolah di sekolah negeri, dan diwaktu SMA sedang ada gelombang teman-teman kepingin masuk kelas IPS karena lebih gaya dan santai dibandingkan kelas IPA yang stress dan berat. Batasannya 48 siswa, akhirnya 1-2 orang dirayu untuk mau ke kelas IPA. Nah bisa terbayang kan seperti apa rasanya 48 siswa berada dalam 1 kelas?

Sebenarnya si ibu tidak tau juga apakah ada penelitian dalam 1 kelas yang ideal berisi berapa siswa. Dari pengalaman si ibu yang singkat, mengajar 24 siswa dalam 1 kelas usahanya luar biasa! Kalau boleh memilih ibu maunya antara 10-20 siswa. Di bawah 10 orang sepi juga dan agak sulit untuk menjadikannya interaktif, apalagi bila mau dibuat kelompok-kelompok kecil. Ini untuk setingkat SMP ke atas ya..


Menjadi pengajar, adalah harus untuk mengingat nama dari tiap-tiap siswa yang ada di kelasnya. Tapi kan jumlah mereka ratusan?? Dalam 1 periode, paling hanya 2-10 kelas yang kita ajar. Setelahnya kita lupa, itu urusan belakangan. Namun saat kita menghadapi mereka, hargailah mereka dengan memanggil namanya. Nama mereka sudah susah payah dipilihkan oleh kedua orang tuanya sebagai doa. Siswa itu bukan hanya sekedar rentetan huruf dan statistik, tapi tiap-tiap manusia yang istimewa dan senang bila diberi perhatian. Itulah mengapa si ibu muram durja bila kebagian kelas yang isinya di atas 20 orang. Mereka manusia loh, bukan buku-buku catatan semata.

Akibat dari ini semua, banyak bermunculan sekolah-sekolah swasta dan mayoritas biayanya lebih mahal dari sekolah negeri. Secara matematis masuk akal, karena dalam 1 kelas isinya lebih sedikit, pastinya pendapatan berkurang. Bila mau menambah jumlah siswa,menambah jumlah kelas, maka harus diimbangi dengan jumlah guru yang berarti beban operasional sekolah. Masalah kualitas? Rata-rata masih tanda tanya karena sekolah-sekolah ini masih tergolong baru dan masih mencari bentuk serta jati dirinya. Sang pemilik masih sibuk hitung-hitungan ROI (bila yang berorientasi bisnis) ataupun dilema jamak semua institusi pendidikan: mencari tenaga pengajar yang kompeten, setia dan ikut merasakan memiliki sekolah.

Si ibu senang sekali kalau si ayah sudah bicara mimpinya membuat sekolah atau lembaga pendidikan. Masih jauuuuhh sekali, tapi mimpi harus kan :D Kita sama-sama pernah di ajar, dan sama-sama pernah mengajar. Juga sama-sama pernah melihat bagaimana secercah ilmu yang bermanfaat mampu mengubah hidup seseorang.

Minimal karena kita hidup di tahun 2012 ini, satu hal yang bisa kita syukuri adalah luasnya pilihan yang sekarang kita miliki. Mau sekolah negeri, swasta, berbasis agama, berbahasa inggris, dwilingual, trilingual, sekolah alam bahkan mau homeschooling pun sah-sah saja jaman sekarang. Biaya yang harus dikeluarkan? Itulah pentingnya usaha dan doa, bukan?!